Kamis, 19 Mei 2011

Manunggaling Kawulo Gusti

Gunung Lawu
”. Sebuah gunung yang terletak di perbatasan Propinsi Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Kata Lawu itu sendiri apabila dibaca dari kanan ke kiri akan menjadi uwal (bhs. Jawa), yang artinya “lepas”. Dalam konteks kondisi kontemporer adalah lepas dari multi krisis yang menghunjam ulu hati bangsa Indonesia. Aspirasi gerakan budaya ini bukanlah sebuah mitos atau takhayul, namun suatu karya budaya yang mengandung nilai-nilai ideal, substantif dan bersifat universal. Nilai-nilai itu terangkum dalam suatu ajaran yang disebut “Ilmu Kesempurnaan Hidup”.
Ilmu kesempurnaan hidup yang tersimpan di Gunung Lawu dan sekitarnya merupakan karya Sunan Lawu, yang tidak lain adalah Prabu Brawijaya Pamungkas, Raja Majapahit terakhir. Latar belakang kelahirannya sejatinya merupakan manifestasi dari rasa tanggung jawab Prabu Brawijaya Pamungkas dalam menanggapi gejala-gejala kerapuhan hingga kejatuhan Kerajaan Majapahit. Melalui penglihatan mata batinnya, proses pasang surut Majapahit mengandung hikmah berupa nilai-nilai yang dapat dijadikan pelajaran sangat berharga bagi generasi berikutnya. Oleh karena itu, di tengah kompleksitas problema yang kita hadapi saat ini, tidak ada salahnya apabila kita mencoba merevitalisasi kembali ajaran tersebut sebagai salah satu alternatif solusi masalah.
Menjelang collapse-nya Majapahit akibat perang, Prabu Bwawijaya Pamungkas meninggalkan istananya menuju Gunung Lawu dan sekitarnya. Di lokasi inilah beliau dengan penuh kekhusu’an melakukan kontemplasi, evaluasi dan analisis tentang keseluruhan perjalanan Majapahit. Unsur-unsur apa yang memperkuat dan apa yang memperlemah, di mana keduanya sebetulnya melekat pada diri manusia. Apabila unsur kekuatan yang dominan, maka kuatlah kerajaan itu dan jika sebaliknya maka akan lemah. Atas dasar kedua unsur itulah kemudian disusun tingkatan martabat manusia. Formulasi stratifikasi martabat manusia buah perenungan beliau inilah yang barangkali sangat kita perlukan untuk melepaskan diri dari keterperangkapan bangsa saat ini.
Ilmu kesempurnaan hidup tidak dirumuskan secara teoritis, tetapi diabadikan dalam bentuk simbol, nama tempat, nama orang dan upacara. Barangsiapa mengkaji peninggalan tersebut secara berurutan akan mendapatkan gambaran ilmu itu. Pengejawantahannya dimanifestasikan dalam dua bentuk pendakian, yakni pendakian secara fisik (mendaki Gunung Lawu) dan pendakian spiritual (mendaki secara spiritual tingkatan ilmu kesempurnaan hidup). Dengan pendekatan demikian diharapkan dapat lebih mudah dipahami, dihayati dan diamalkan oleh generasi penerus.
Menurut penilaian Sunan Kalijaga (salah seorang Wali Sembilan), ajaran yang disampaikan Prabu Brawijaya Pamungkas dapatlah dikatakan setingkat ajaran wali, sehingga Raja Majapahit terakhir oleh Sunan Kalijaga diberi gelar Sunan Lawu. Sedangkan ajarannya disebut Ilmu Kesempurnaan Hidup. Apabila diruntut ke belakang, esensi ilmu ini merupakan ajaran kekuatan spiritual yang di masa lalu pernah mengantarkan Kerajaan Majapahit mencapai kejayaan dan kebesaran di muka bumi.
Mengambil pengalaman empiris tersebut, timbullah pertanyaan, bisakah warisan ilmu kesempurnaan hidup Sunan Lawu diterapkan dan dijadikan acuan dalam mengatasi problematik kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang berkompleksitas sangat tinggi, sebagaimana terpampang dalam fenomena Indonesia kini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tv online kami

KEMISKINAN ADALAH SEBUAH HUKUMAN BAGI KEJAHATAN YANG TIDAK PERNAH KITA LAKUKAN
ROSO RUMONGSO NGRUMANGSANI.SABAR NARIMO NGALAH LOMAN
<FONT FACE="georgia" color="YELLOW"> NGULAT SARIRO HANGROSO WANI
TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG KAMI..SEMOGA BERMANFAAT.